jika anda ingin mengetahui sesuatu yang baru bagi anda kama mulailah dari sekarang.

Kamis, 27 November 2008

persi protein

Membangun Kesadaran Pentingnya Mengonsumsi Protein Hewani

Poultryindonesia.com, Referensi. TANTANGAN utama dalam pembangunan bangsa adalah menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, sehat, berkualitas dan produktif. Kecerdasan dan kualitas suatu bangsa sangat berkolerasi dengan seberapa besar konsumsi protein hewani di suatu negara.

Hal ini mengingat peran protein hewani dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan berkualitas hampir tidak dapat digantikan oleh protein nabati. Di negara-negara maju dapat dipastikan konsumsi protein hewaninya sudah cukup tinggi. Bahkan di Amerika, konsumsi protein hewani mencapai 70% dari total konsumsi protein, atau dua kali lipat dari konsumsi protein nabati. Mereka sangat sadar esensi mengonsumsi protein hewani bagi kesehatan, produktifitas dan kecerdasan. Sementara yang terjadi di negara kita justru sebuah ironi. Bangsa yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) dan potensi peternakan cukup bagus ternyata konsumsi protein masih didominasi asupan protein nabati, dan konsumsi protein hewani secara nasional baru mencapai 5,1 gram per kapita per hari. Dengan kondisi seperti ini tentunya kita patut khawatir terjadi loss generation, mengingat peran protein hewani sangat vital dalam meningkatkan kualitas bangsa. Sehingga “PR” yang harus segera terselesaikan adalah bagaimana meningkatkan konsumsi protein hewani bangsa Indonesia ! Keunggulan protein hewani Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Protein berperan penting dalam pembentukan sel-sel dan jaringan baru tubuh serta memelihara pertumbuhan dan perbaikan jaringan yang rusak. Protein juga bisa menjadi bahan untuk energi bila keperluan tubuh akan hidrat arang dan lemak tidak terpenuhi. Protein sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu protein hewani dan nabati. Sumber protein hewani yaitu daging, ikan, ayam, telur dan susu. Sementara sumber protein nabati dapat diperoleh dari padi-padian, biji-bijian dan kacang-kacangan. Protein nabati dapat disebut sebagai protein tidak lengkap karena senantiasa mempunyai kekurangan satu atau lebih asam amino esensial. Sementara protein hewani memiliki semua asam amino esensial, hingga disebut protein lengkap. Pemanfaatan (utilisasi) protein oleh tubuh sangat ditentukan oleh kelengkapan kandungan asam amino esensial yang terkandung dalam protein yang dikonsumsi. Semakin lengkap asam amino esensial dan kandungannya dapat memenuhi kebutuhan tubuh, semakin tinggi nilai utilisasi protein tersebut bagi tubuh. Selain kandungan asam amino, faktor nilai cerna dari protein juga menjadi faktor penting dari manfaat protein yang dikonsumsi. Dari hasil penelitian yang dilakukan para ahli menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa nilai cerna protein hewani selalu lebih tinggi dari protein nabati (lihat Tabel). Sementara dari segi pemanfaatannya (utilisasi) protein hewani juga jauh lebih baik dari protein nabati. Selain itu, kaitannya dengan membangun kecerdasan bangsa, peran protein hewani sangat mutlak diperlukan. Vitamin B12 yang terkandung dalam protein hewani menjadi sebuah keunggulan tersendiri. Selain manfaat vitamin B12 dalam optimalisasi fungsi syaraf, ternyata vitamin B12 juga tidak ditemui dalam protein nabati. Sehingga kalau kita ingin meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia maka konsumsi protein hewani bangsa ini harus ditingkatkan. Meningkatkan public awarenessBerbicara mengenai peningkatan konsumsi protein hewani tentunya sangat berkaitan dengan tingkat pendapatan masyarakat di suatu negara. Tingkat pendapatan masyarakat suatu negara memberikan pengaruh signifikan dalam tingkat konsumsi produk peternakan. Faktor ini sangat berpengaruh mengingat produk peternakan khususnya di negara kita memiliki harga yang relatif agak mahal. Pendapatan masyarakat Indonesia yang masih rendah menjadi kendala tersendiri dalam pemasaran produk peternakan. Tetapi bukan kemudian faktor ini menjadi kendala utama. Kita tidak perlu menunggu meningkatnya pendapatan masyarakat untuk menghasilkan peningkatan konsumsi protein hewani bangsa ini. Upaya peningkatan pendapatan masyarakat harus disinergikan dengan peningkatan konsumsi pangan asal hewan. Justru seharusnya usaha peternakan yang dapat memacu sekaligus menjadi alternatif dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia. Kita harus mampu mengeliminir pandangan, bahwa usaha peternakan merupakan usaha sambilan yang tidak dapat dijadikan mata pencaharian utama. Paradigma yang berkembang tentang sisi gelap peternakan harus segera kita ubah. Masyarakat peternakan harus mampu meyakinkan bangsa ini bahwa peternakan merupakan usaha yang prospektif. Bahkan FAO telah mencatat bahwa peternakan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap 70% lebih penduduk miskin di dunia. Selain faktor pendapatan masyarakat ada satu faktor lagi yang tidak kalah penting. Faktor tersebut adalah upaya meningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) akan manfaat dan esensi dari mengonsumsi pangan asal hewan. Meningkatkan public awareness terhadap produk peternakan merupakan pekerjaan besar masyarakat peternakan yang perlu penanganan cepat dan tepat. Hal ini mengingat masa depan peternakan sangat bergantung kepada seberapa berhasilnya upaya kita dalam meningkatkan public awareness bangsa ini dalam mengonsumsi pangan asal hewan sebagai sumber tunggal protein hewani. Dan sampai saat ini bangsa Indonesia belum sepenuhnya menyadari pentingnya mengonsumsi pangan asal hewan. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat peternakan dalam meningkatkan public awareness terhadap konsumsi peternakan (daging, susu, telur). Cara-cara tersebut dapat ditempuh melalui kampanye gizi maupun kerjasama dengan instansi lain dalam mensosialisasikan dan mendukung program pentingnya mengonsumsi protein hewani. Kampanye giziSalah satu kegiatan yang hampir dilakukan oleh semua negara dalam meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakatnya adalah dengan melakukan kampanye gizi. Hal ini memang dirasa cukup efektif, sehingga negara kita pun melakukan hal yang sama. Tetapi ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kegiatan kampanye gizi yang selama ini dilakukan di negara kita. Pertama, konsistensi dan keberlanjutan dari program tersebut. Selama ini kegiatan kampanye gizi lebih banyak dilakukan hanya pada momen-momen tertentu saja (seperti pada hari-hari besar nasional, setelah kejadian/wabah suatu penyakit), tanpa ada keberlanjutan yang terprogram secara rapi. Sehingga yang terjadi adalah masyarakat lebih tahu momennya daripada substansi yang disampaikan selama kampanye gizi tersebut. Kegiatan ini juga terkesan tidak ada perencanaan yang matang tentang urgensi dan tujuan serta target dari kegiatan tersebut. Seharusnya kegiatan ini memiliki program, arah dan target yang jelas serta berkesinambungan. Kedua, perlu adanya pemerataan dalam kegiatan serta sasaran kampanye gizi. Kegiatan kampanye gizi yang selama ini dilakukan terlihat kurang merata di semua lapisan masyarakat. Jarang ditemui kampanye gizi di masyarakat pedesaan. Kita lebih banyak melihat kegiatan ini dilakukan pada masyarakat perkotaan. Memang tidak salah melakukan kampanye gizi di lingkungan yang masyarakatnya tidak mampu secara finansial, dengan sasaran mereka mulai sadar dan memahami perlunya mengonsumsi pangan asal hewan. Tetapi yang perlu diperhatikan, bahwa untuk meningkatkan public awareness mengonsumsi pangan asal hewan juga diperlukan kecukupan pendidikan dan finansial. Sementara dua faktor tersebut boleh dikatakan tidak sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat yang kurang mampu. Justru kesan yang timbul ketika melakukan kampanye gizi kepada masyarakat kurang mampu adalah kesan “pembagian gratis” produk peternakan tersebut, bukan pahamnya masyarakat akan kebutuhan mengonsumsi pangan asal hewan. Pantas saja jika produk yang dibagikan selalu habis. Hal ini bukan lantaran mereka menyadari pentingnya mengonsumsi pangan asal hewan, tetapi karena mereka jarang mengonsumsi produk tersebut akibat ketidakcukupan finansial. Ada baiknya kegiatan kampanye gizi juga ditujukan kepada masyarakat perkotaan, walaupun konsumsi masyarakat perkotaan relatif sudah tinggi. Kampanye gizi di perkotaan dilakukan dalam upaya meningkatkan konsumsi masyarakat perkotaan terhadap pangan asal hewan, ataupun mempertahankan konsumsi pangan asal hewan bagi masyarakat yang tingkat konsumsinya sudah mencapai batas optimum. Kerjasama dengan instansi lain Dalam pembangunan peternakan kita memerlukan komponen diluar stakeholders peternakan untuk mendukung dan mengupayakan pembangunan peternakan secara utuh. Begitu juga dalam upaya meningkatkan public awareness terhadap produk peternakan. Masyarakat peternakan harus melakukan kerjasama dengan instansi lain yang dapat berperan secara positif dalam membangun kesadaran mengonsumsi pangan asal hewan. Selain kampanye gizi, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan public awareness terhadap produk peternakan (telur, susu dan daging). Pertama, adakan kerjasama dengan instansi pendidikan dalam menyosialisasikan pentingnya mengonsumsi protein hewani. Pemerintah dalam hal ini Deptan cq. Direktorat Jenderal Peternakan dapat menjajaki kerjasama dengan instansi pendidikan untuk membiasakan dan mewajibkan mengonsumsi pangan asal hewan (produk peternakan) bagi pelajar (siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar), tentunya pemerintah memberikan (pangan asal hewan) dengan cuma-cuma. Dengan upaya tersebut harapannya, dari kecil anak-anak akan mulai terbiasa mengonsumsi pangan asal hewan. Jika program ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus-menerus maka anak-anak akan terbiasa dalam mengonsumsi pangan asal hewan dan mengonsumsi pangan asal hewan akan menjadi sebuah kebutuhan. Tentunya dalam program ini pemerintah (Deptan) juga bisa menggandeng pihak swasta/perusahaan dalam menyukseskan program ini. Kedua, adakan kerjasama dengan instansi kesehatan (posyandu). Setelah terjadi kasus busung lapar di NTT dan NTB pemerintah mulai serius dalam memperhatikan dan memprioritaskan perbaikan pelayanan kesehatan di daerah-daerah. Bahkan pemerintah telah mengalokasikan dana ratusan milyar dalam memperbaiki pelayanan kesehatan di daerah termasuk memperbaiki pelayanan posyandu. Ini tentunya menjadi sebuah peluang bagi kita untuk meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Dalam upaya revitalisasi posyandu, tentunya ini juga menjadi momen yang tepat dalam upaya meningkatkan pemahaman pentingnya mengonsumsi protein hewani di masyarakat. Sekarang bagaimana pemerintah (Deptan) dan stakeholders peternakan lainnya dapat meyakinkan instansi/pihak posyandu terkait dengan upaya menggalakkan peningkatan konsumsi protein hewani. Ketiga, pemerintah harus mampu mendorong perusahaan agar secara rutin melakukan seruan mengonsumsi pangan asal hewan, bukan hanya di media cetak tetapi juga di media elektronik (televisi). Selama ini promosi produk yang dilakukan perusahaan peternakan lebih kental dengan seruan mengonsumsi produknya. Tetapi pesan tentang serta manfaat mengonsumsi pangan asal hewan kurang terlihat. Sehingga masyarakat kurang tersentuh akan manfaatnya bagi kesehatan dan kecerdasan bangsa.

Tidak ada komentar: